Selasa, 20 November 2012

MAKALAH








MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
TENTANG KURIKULUM



di presentasekan dalam diskusi kelas Reguler
PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG






KATA PENGANTAR
Alhamdullilah, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini tepat waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini telah saya susun dengan usaha yang maksimal. Namun, apabila menurut pembaca masih ada kekurangan dan kesalahan. Saya harapkan saran perbaikan yang sifatnya membangun. Demi kesempurnaan karya tulis selanjutnya.


Padang, 01-03- 2011

Penyusun












DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar belakang…………………………………………………………………………..1
B.     Rumusan masalah……………………………………………………………………………2
C.    Tujuan……………………………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian kurikulum…………………………………………………………………..3
B.     Komponen kurikulum…………………………………………………………………..3
C.    Fungsi kurikulum………………………………………………………………………12
D.    Pengembangan………………………………………………………………………15
E.     Penyempurnaan dan perubahan kurikulum…………………………………………18
F.     Kurikulum berbasis kompetensi (KBK)……………………………………………...19
G.    Pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skill education) dan pendidikan berbasis luas (broad bassed education)..........................................................................19
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan……………………………………………………………………………..25
B.     Daftar pustaka…………………………………………………………………………27















BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kurikulum merupakan salah satu bagian penting terjadinya suatu proses pendidikan. Karena suatu pendidikan tanpa adanya kurikulum akan kelihatan amburadul dan tidak teratur. Di Indonesia Kurikulum itu sendiri di adakan perubahan satu kali 10 tahun yang bertujuan untuk merubah atau menambah isi kurikulum yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Problem pendidikan di Indonesia masih cukup kompleks. Di mana hal itu membutuhkan pemecahan yang serius dan kontinyu. Sehingga outcome pendidikan tersebut berkwalitas dan mampu menghadapi berbagai tantangan zaman yang global serta tidak lepas dari nilai-nilai etika-moral yang ada. Dengan kata lain, tercipta insan seutuhnya.
Kurikulum yang berasal dari kata curriculum yang berarti lintasan untuk balap kereta kuda yang biasa dilakukan oleh bangsa Romawi pada zaman kaisar Gaius Julius Caesar di abad pertama tahun masehi. Namun, istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan suatu konsep yang abstra
Dalam implementasinnya bahwa untuk mengembangkan pendidikan dengan tantangan yang sangat kompleks boleh dikatakan hampir tidak mungkin untuk merumuskan tujuan-tujuan kurikulum dengan hanya berpegang pada satu filsafat, teori pendidikan atau model kurikulum tertentu secara konsisten dan konsekuen. Oleh karena itu untuk mengakomodir tantangan dan kebutuhan pendidikan yang sangat kompleks sering digunakan model eklektik, dengan mengambil hal-hal yang terbaik dan memungkinkan dari seluruh aliran filsafat yang ada, sehingga dalam menentukan tujuan pendidikan lebih diusahakan secara bereimbang.

Kurikulum bukanlah satu-satunya faktor penentu yang mendukung lahirnya jati diri seseorang di masyarakat di kemudian hari. Meskipun begitu, kurikulum menjadi perangkat yang strategis untuk menyemaikan kepentingan dan membentuk konsepsi dan perilaku individu masyarakat. Oleh karena itu penulis membahas lebih dalam tentang kurikulum ini.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu kurikulum?
2.      Bentuk-bentuk Komponen kurikulum
3.      Apa Fungsi kurikulum
4.      Bentuk Pengembangan Kurikulum
5.      Bagaimana bentuk Penyempurnaan dan perubahan kurikulum
6.      Apa itu Kurikulum berbasis kompetensi (KBK)?
7.      Apa itu Pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skill education) dan pendidikan berbasis luas (broad bassed education)?
C.    Tujuan
Setelah membaca makalah ini :
1.      Menguasai konsep dasar kurikulum yang mencakup, pengertian, komponen dan fungsinya
2.      Memahami dasar-dasar pengembangan kurikulum yang terdiri atas landasan prinsip, dan factor yang mempengaruhinya
3.      Mengetahui arah perkembangan kurikulum dan orientasi pendidikan yang terjadi pada akhir-akhir ini








BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN KURIKULUM
Kurikulum bukan berasal dari bahasa Indonesia, tetapi dari bahasa Latin dan kata dasarnya adalah currere, secara harfiah berarti lapangan perlombaan lari. Lapangan tersebut ada batas star dan batas finish. Dalam lapangan pendidikan pengertian tersebut dijabarkan bahwa bahan belajar sudah ditentukan secara pasti, dari mana mulai diajarkan dan kapan diakhiri, dan bagaimana cara untuk menguasai bahan agar dapat mencapai gelar. Dulu kurikulum pernah diartikan sebagai rencana pelajaran terurai. Dalam kenyataannya dari sekolah rencana pelajaran tersebut tidak semata-mata hanya membicarakan proses pengajaran saja, bahkan yang dibahas lebih luas lagi yaitu, mengenai masalah pedidikan. Oleh karena itu istilah rencana pelajaran kiranya kurang kena.
Akibat dari berbagai perkembangan, terutama perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi, konsep kurikulum selanjutnya juga menerobos pada dimensi waktu dan tempat. Artinya kurikulum mengambil bahan ajar dan berbagai pengalaman belajar tidak hanya terbatas pada waktu sekarang saja, tetapi juga memperhatikan bahan ajar dan berbagai pengalaman belajar pada waktu lama dan akan datang. Demikian pula tidak hanya mengambil berbagai bahan setempat (local), kemudian berbentuk kurikulum muatan local tetapi juga berbagai bahan ajar yang bersifat nasional, yang kemudian brbentuk kurikulum nasional (kumas) dan lebih luas lagi bersifat global.
Istilah kurikulum banyak djumpai dan digunakan hamper dalam setiap proses pendidikan. Hal ini menunjukan bahwa kurikulum memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan. Dengan demikian keberadaan kurikulum menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan itu sendiri.

B.     KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu :

(1) tujuan
(2) materi
(3) strategi, pembelajaran
(4) organisasi kurikulum dan
(5) evaluasi.
Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang masing-masing komponen tersebut.
1. Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama. Seperti yang disampaikan oleh Hummel (Uyoh Sadulloh, 1994) bahwa tujuan pendidikan secara universal akan menjangkau tiga jenis nilai utama yaitu:
  1. Autonomy; gives individuals and groups the maximum awarenes, knowledge, and ability so that they can manage their personal and collective life to the greatest possible extent.
  2. Equity; enable all citizens to participate in cultural and economic life by coverring them an equal basic education.
  3. Survival ; permit every nation to transmit and enrich its cultural heritage over the generation but also guide education towards mutual understanding and towards what has become a worldwide realization of common destiny.)
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”..
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu. tujuan kurikulum sangat terkait erat dengan filsafat yang melandasinya. Jika kurikulum yang dikembangkan menggunakan dasar filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) sebagai pijakan utamanya maka tujuan kurikulum lebih banyak diarahkan pada pencapaian penguasaan materi dan cenderung menekankan pada upaya pengembangan aspek intelektual atau aspek kognitif.
Apabila kurikulum yang dikembangkan menggunakan filsafat progresivisme sebagai pijakan utamanya, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada proses pengembangan dan aktualisasi diri peserta didik dan lebih berorientasi pada upaya pengembangan aspek afektif.
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan filsafat rekonsktruktivisme sebagai dasar utamanya, maka tujuan pendidikan banyak diarahkan pada upaya pemecahan masalah sosial yang krusial dan kemampuan bekerja sama.
Sementara kurikulum yang dikembangkan dengan menggunakan dasar filosofi teknologi pendidikan dan teori pendidikan teknologis, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada pencapaian kompetensi.
Dalam implementasinnya bahwa untuk mengembangkan pendidikan dengan tantangan yang sangat kompleks boleh dikatakan hampir tidak mungkin untuk merumuskan tujuan-tujuan kurikulum dengan hanya berpegang pada satu filsafat, teori pendidikan atau model kurikulum tertentu secara konsisten dan konsekuen. Oleh karena itu untuk mengakomodir tantangan dan kebutuhan pendidikan yang sangat kompleks sering digunakan model eklektik, dengan mengambil hal-hal yang terbaik dan memungkinkan dari seluruh aliran filsafat yang ada, sehingga dalam menentukan tujuan pendidikan lebih diusahakan secara bereimbang. .
2. Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :
  1. Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
  2. Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
  3. Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
  4. Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
  5. Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
  6. Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
  7. Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
  8. Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
  9. Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
  10. Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut :.
  1. Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
  2. Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
  3. Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
  4. Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
  5. Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
3.      Strategi pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya.
4.      Organisasi Kurikulum
Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
  1. Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
  2. Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
  3. Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
  4. Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
  5. Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
  6. Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
Berkenaan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik, yang terbagi ke dalam lima kelompok mata pelajaran, yaitu :
 (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
 (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
 (3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
 (4) kelompok mata pelajaran estetika
 (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Kelompok-kelompok mata pelajaran tersebut selanjutnya dijabarkan lagi ke dalam sejumlah mata pelajaran tertentu, yang disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan lokal disediakan mata pelajaran muatan lokal serta untuk kepentingan penyaluran bakat dan minat peserta didik disediakan kegiatan pengembangan diri.
5. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum evaluation may be defined as the estimation of growth and progress of students toward objectives or values of the curriculum
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it’s scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the relative importance of various subject, the degree to which objectives are implemented, the equipment and materials and so on.”
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.”
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
C.FUNGSI KURIKULUM
Beberapa fungsi lain dari kurikulum tidak hanya menyangkut mereka yang berada di dalam lingkungan sekolah saja, tetapi fungsi-fungsi kurikulum juga menyangkut berbagai pihak di luar lingkungan sekolah, seperti para penulis buku ajar dan bahkan para masyarakat (stakeholder). Bahkan sekarang ini, penyusunan kurikulum justru melibatkan berbagai lapisan (stakeholder) yang memang secara langsugn atau tidak langsung akan turut mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keberlakukan sebuah kurikulum.
a. Fungsi kurikulum bagi penyusun buku ajar
Bagi para penyusun buku ajar, memahami kurikulum merupakan keharusan, karena untuk dapat menyusun buku ajar yang sesuai dengan kehendak kurikulum maka cara satu-satunya adalah membaca dan memahami kurikulum itu sendiri.
Para penulis buku ajar mestinya mempelajari terlebih dahulu kurikulum yang berlaku waktu itu. Untuk membuat berbagai pokok bahasan maupun sub pokok bahasan, hendaknya penulis buku ajar membuat analisis instruksional terlebih dahulu. Kemudian menyusun Garis-garis Besar Program Pelajaran (GBPP) untuk mata pelajaran teretentu, baru berbagai sumber bahan yang relevan (Dakir, 2004)
Dengan menggunakan kurikulum yang berlaku sebagai pedoman, buku ajar yang disusun dapat mencapai target dan tujuan pembelajaran sebagaimana yang telah tertuang di dalam kurikulum. Buku ajar yang disusun dengan baik dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku, akan menjadi pedoman bagi guru terhadap buku ajar yang digunakannya, sehingga tidak menimbulkan kerancuan terhadap bahan yang diajarkan.
b. Fungsi kurikulum bagi guru
Dapat dikatakan bahwa kurikulum bagi seorang guru diibaratkan sebagai kompas, yakni kurikulum adalah pedoman bagi guru dalam usaha kegiatan belajar mengajar. Seperti diketahui bahwa setiap proses pembelajaran memiliki target capaian berupa tujuan. Dengan kata lain, tujuan pendidikan dan pengajaran telah harus diketahui oleh guru sebelum mengajar. Oleh karena itu sebelum mengajar, guru sudah harus mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, termasuk strategi yang tepat dari mata pelajaran yang akan disajikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Abdurrahman (1994:93) mengemukakan, ”untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan, diperlukan adanya strategi belajar mengajar yang tepat.” Untuk itu harus dilakukan telaah, perkiraan dan perencanaan yang baik, dengan kata lain, pendidikan dan pengajaran harus dikelola dan direncanakan dengan baik.
Namun bagi guru baru, diingatkan oleh Dakir (2004) bahwa sebelum mengajar pertama-tama yang perlu dipertanyakan adalah kurikulumnya. Setelah itu barulah Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) dan selanjutnya guru mencari berbagai sumber yang terkait dengan mata pelajaran yang diajarkannya.
Secara keseluruhan, kurukulum dibutuhkan oleh guru sebagai pedoman, baiak sebelum melakukan kegiatan pembelajaran ataupun pada saat proses belajar mengajar, dan bahkan sesudah proses pembelajaran tersebut berlangsung.
Nurdin dan Usman (2002) mengemukakan bahwa salah satu tahapan mengajar yang harus dilalui oleh guru profesional adalah menyusun perencanaan pengajaran atau dengan kata lain disebut dengan mendesain program pengajaran. Setyiap guru dituntut untuk mampu menyusun rencana pembelajaran yang akan lakukan di kelas. Secara detail guru seharusnya telah memiliki tahapan yang jelas tentang kegiatan yang akan dilakukannya sepanjang dia berada di kelas. Hal ini tidak hanya membantu guru di dalam mengajar, tetapi juga akan membantu guru dalam mengelola kelas secara efektif dan efisien.
Dalam implementasi kurikulum atau pelaksanaan pengajaran, mendesain program pengajaran, melaksanakan proses belajar mengajar dan menilai hasil belajar siswa merupakan rangkaian kegiatan yang saling berurutan dan tak terpisah satu sama lainnya (terpadu).
c. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah
Kepala sekolah adalah manajer di sekolah, dalam pengertian bahwa kepala sekolah melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, pengawasan dan lain sebagainya di sekolah yang dipimpinnya. Sekolah adalah salah satu bentuk organisasi, di mana di dalamnya terdapat manajemen. Kast dan Rosenzweig (1996:569) mengemukakan bahwa:
Manajemen merupakan kekuatan utama dalam organisasi untuk mengkoordinir sumber daya manusia dan material, dan para manajer bertanggung jawab untuk pelaksanaan organisasionalnya, baik untuk hasil sekarang maupun untuk potensi masa datang.
Dalam kaitan kurikulum, kepala sekolah bertanggung jawab agar setiap guru yang berada di bawah pimpinannya tahu dan memahami setiap kurikulum yang sedang berlaku, dan untuk selanjutnya kepala sekolah bertindak untuk melakukan supervisi. Hamalik (dalam Dakir, 2004:16) mengemukakan bahwa:
Supervisi adalah semua usaha yang dilakukan supervisor dalam bentuk pemberian bantuan, bimbingan, pengarahan, motivasi, nasihat dan pengarahan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar yang pada gilirannya meningkatkan hasil belajar.
Pengertian supervisi di atas, mengamanahkan kepada kepala sekolah bahwasanya kepala sekolah bertanggung jawab terhadap sosialisasi setiap kebijakan pendidikan dan pengajaran bahkan bertanggung jawab untuk terlaksananya kebijakan-kebijakan tersebut di tingkat sekolah. Hal inilah yang diingatkan oleh Komariah dan Triatna (2005) bahwa kepemimpinan pendidikan yang diperlukan saat ini adalah pemimpin yang memiliki sikap tanggap dan cepat dalam mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Melalui kurikulum kepala sekolah dapat melakukan tugas pembinaan kepada para guru sehingga akan diketahui berbagai kekurangan dan kelemahan proses yang sedang berlangsung.
d. Fungsi kurikulum bagi masyarakat
Fungsi kurikulum bagi masyarakat, sesunguhnya juga akan menggambarkan fungsi sekolah bagi masyarakat. Artinya, kurikulum akan mengambarkan berbagai muatan yang akan diemban oleh sekolah.
Ada anggapan masyarakat yang menganggap bahwa fungsi sekolah adalah menjadi inspirattor dan menjadi motor penggerak (agent of change) bagi setiap perubahan (Nasution, 2004). Jika demikian, tentu akan sangat banyak yang diharapkan masyarakat dari sekolah. John Dewey (dalam Nasution, 2004) mengemukakan bahwa lembaga pendidikan sekolah adalah institusi yang paling efektif untuk melakukan rekonstruksi dan memperbaiki masyarakat melalui pendidikan individu. Bahkan G.S.Counts (dalam Nasution, 2004:157) lebih jauh dari itu; dengan mengemukakan bahwa ”pendidikan tidak hanya harus membawa perubahan dalam masyarakat akan tetapi mengubah tata sosial dan mengatur perubahan sosial.”
Jika demikian fungsi dan tugas yang diemban sekolah, maka hal itu sangat tergantung kepada kurikulum, karena kurikulum adalah pedoman dari semua kegiatan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kurikulum berperan sangat besar dalam mempercepat terjadinya proses perubahan sosial di dalam masyarakat. Teori sosiologi mengatakan bahwa: Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan, Perubahan mana dapat berupa perubahan yang tidak menarik atau kurang mencolok. Ada pula perubahan–perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun amat luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali akan tetapi ada pula perubahan yang amat cepat (Soekanto, 1996). Ini pula yang menjadi salah satu alasan mengapa kemudian kurikulum perlu dikembangkan atau bahkan mungkin diadakan perubahan. Hal itu semata-mata karena terjadinya dinamika dalam kehidupan sosial masyarakat.
Seiring dengan itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan di bidang teknologi ini telah mengakibatkan perubahan-perubahan yang sangat fantastis, drastis dan signifikan dalam kehidupan umat manusia di hampir segala aspek kehidupan (Bastian, 2002).
Membangun masyarakat melalui pendidikan adalah keharusan yang sangat mendesak dan tidak boleh ditawar-tawar. Bastian (2002:13) mengemukakan bahwa : ”Bangsa yang tidak mampu untuk mengantisipasi perkembangan disebabkan kesalahan sistem pendidikannya yang tidak berorientasi pada pengembangan potensi pembawaan generasi mudanya secara maksimal.” Sistem pendidikan sangat tergantung dari cara pandang suatu bangsa akan pengertian apa sebenarnya hakikat pendidikan tersebut.
D.PENGEMBANGAN
Kurikulum dapat dimaknai sebagai: suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kuahtas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kuahtas yang harus dimiliki seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut aspek lain dari makna kurikulum adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar di sini dimaksudkan adalah pengalaman belajar yang dialami oleh peserta didik seperti yang direncanakan dalam dokumen tertuhs. Pengalaman belajar peserta didik tersebut adalah konsekuensi langsung dari dokumen tertulis yang dikembangkan oleh dosen/instruktur/pendidik. Dokumen tertulis yang dikembangkan dosen ini dinamakan Rencana Perkuliahan/Satuan Pembelajaran. Pengalaman belajar ini memberikan dampak langsung terhadap hasil belajar mahasiswa. Oleh karena itu jika pengalaman belajar ini tidak sesuai dengan rencana tertulis maka hasil belajar yang diperoleh peserta didik tidak dapat dikatakan sebagai hasil dari kurikulum.
Ada enam dimensi pengembangan kurikulum untuk pendidikan tinggi yaitu pengembangan ide dasar untuk kurikulum, pengembangan program, rencana perkuliahan/satuan pembelajaran, pengalaman belajar, penilaian dan hasil. Keenam dimensi tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu Perencanaan Kurikulum, Implementasi Kurikulum, dan Evaluasi Kurikulum. Perencanaan Kurikulum berkenaan dengan pengernbangan Pokok Pikiran/Ide kurikulum dimana wewenang menentukan ada pada pengambil kebijakan urtuk suatu lembaga pendidikan. Sedangkan Implementasi kurikulum berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum di lapangan (lembaga pendidikan/kelas) dimana yang menjadi pengembang dan penentu adaIah dosen/tenaga kependidikan. Evaluasi KurikuIum merupakan kategori ketiga dimana kurikulum dinilai apakah kurikulum memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang sudah dirancang ataukah ada masalah lain baik berkenaan dengan salah satu dimensi ataukah keseluruhannya. Dalam konteks ini evaluasi kurikulum dilakukan oleh tim di luar tim pengembang kurikulum dan dilaksanakan setelah kurikulum dianggap cukup waktu untuk menunjukkan kinerja dan prestasinya.
1.      Landasan pengembangan kurikulum
Kurikulum merupakan wahana belajar-mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus-menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat (Dekdibud, 1986:1). Agar pengembangan kurikulum dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam pengembangan kurikulum diperlukan landasan-landasan kurikulum. Landasan-landasan tersebut antara lain :
a. Landasan filosofis
Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan (dalam arti luasnya) (Raka Joni, 1983:6). Landasan filosofis pengembangan kurikulum adalah hakekat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai kebaikan, keindahan, dan hakekat pikiran yang ada dalam masyarakat. Secara logis dan realistis, landasan filosofis pengembangan kurikulum dari suatu sistem pendidikan yang berbeda dengan sistem pendidikan yang lain. Juga landasan filosofis pengembangan kurikulum dari suatu lembaga berbeda dengan lembaga yang lain.

b. Landasan Sosial-Budaya-agama
Realitas sosial-budaya-agama yang ada dalam masyarakat merupakan bahan kajian pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum. Nilai sosial-budaya masyarakat bersumber pada hasil karya akal budi manusia sehingga dalam menerima , menyebarluaskan, melestarikan / melepaskannya manusia menggunakan akalnya. Oleh karena itu sosial budaya bersifat sementara bila dibandingkan dengan nilai agama karena nilai agama berhubungan erat dengan kepercayaan. Untuk melaksanakan penerimaan, penyebarluaskan, pelestarian, atau penolakan dan pelepasan nilai-nilai sosial-budaya-agama. Maka masyarakat memanfaatkan pendidikan yang dirancang melalui kurikulum.

c. Landasan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni
Pendidikan merupakan usaha menyiapkan subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat (Raka Joni, 1983:25).ilmu pengetahuan dan teknologi adalah nilai-nilai yang bersumber pada fikiran atau logika , sedangkan seni bersumber pada perasaan atau estetika. Mengingat pendidikan merupakan upaya penyiapan siswa menghadapi perubahan yang semakin pesat, termasuk didalamnya perubahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni maka kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks).

d. Landasan Kebutuhan Masyarakat
Adanya falsafah hidup, perubahan sosial-budaya-agama, perubahan ipteks dalam suatu masyarakat akan merubah pula kebutuhan masyarakat. Selain itu, kebutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat itu sendiri. Adanya perbedaan antara masyarakat modern dengan masyarakat pedesaan yang sebagian besar disebabkan oleh kualitas individu-individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Disisi lain kebutuhan masyarakat pada umumnya juga berpengaruh terhadap anggota masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan pada ketrampilan dasar saja tidak akan memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang bersifat teknologis. Pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat. Dari uraian sebelumnya, jelaslah disini bahwa salah satu landasan pengembangan kurikulum adalah kebutuhan masyarakat yang dilayani melalui kurikulum yang dikembangkan.

e. Landasan Perkembangan Masyarakat
Salah satu ciri dari masyarakat adalah selalu berkembang. Mungkin pada masyarakat tertentu perkembangannya sangat lambat, tetapi masyarakat lainnya cepat bahkan sangat cepat (Nana Sy. Sukmadinata, 1988:66). Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai, ipteks, dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Untuk menciptakan proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangannya berupa kurikulum yang landasan pengembangannya berupa perkembangan masyarakat itu sendiri.
2.      Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
Ada berbagai prinsip pengembangan kurikulum yang merupakan kaidah yang menjiwai kurikulum tersebut. Pengembangan kurikulum dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang didalam kehidupan sehari-hari atau menciptakan prinsip-prinsip baru. Oleh sebab itu, mungkin terjadi suatu kurikulum menggunakan prinsip yang berbeda dengan kurikulum lain. Berbagai prinsip tersebut diantaranya yakni :
a. Prinsip relevansi
Apabila pengembangan kurikulum dengan memilih jabaran komponen-komponenkurikulum agar sesuai (relevan) dengan berbagai tuntutan, maka pada saat itu ia sedang menerapkan prinsip relevansi pengembangan kurikulum. Relevansi berarti sesuai antara komponen tujuan, isi/ pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi kurikulum, dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Nana Sy Sukmadinata (1988:167-168) membedakan relevansi menjadi dua macam, yakni relevansi keluar maksudnya
b. Prinsip Kontinuitas
c. Prinsip flesibilitas
E.PERUBAHAN DAN PENYEMPURNAAN KURIKULUM
Kurikulum merupakan perangkat pendidikan yang dinamis, oleh karena itu kurikulum harus peka dan sekaligus mampu merespon beragam perubahan dan beragam tuntutan yang menginginkan adanya peningkatan kualitas pendidikan. Pelaksanaan pendidikan di Inonesia telah mengalami beberapa kali perubahan atau pembaharuan. Mulai dari kurikulum 1968, 1975,1984,1994,2004 dan suplemennya, hingga kurikulum 2006 (KTSP).
Kita tidak perlu mempermasalahkan kurikulum yang berubah-ubah. Perubahan-perubahan kurikulum yang terjadi hendaknya kita sikapi secara positif, sebagai upaya untuk perbaikan proses belajar mengajar. Dan kalau kita amati memang perubahan kurikulum di Indonesia dari satu kurikulum ke kurikulum yang lain bersifat penyempurnaan. Banyak orang mengatakan bahwa ”ganti menteri ganti kurikulum” hal semacam ini tidak perlu kita permasalahkan, karena pada dasarnya kurikulum merupakan perangkat pendidikan yang dinamis, yang berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Kalau kurikulum itu bersifat statis tidak berubah, maka akan ketinggalan jaman dan pendidikanpun akan tertinggal dengan negara-negara lain.
Perubahan-perubahan atau penyempurnaan kurikulum dilandasi oleh kebijakan yang dituangkan dalam peraturan perundangan sebagai berikut :
1. UUD 1945 dan perubahannya
2. TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN (Bab IV.E)
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
4. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
5. PP No. 25 Tahun 2000 Tentang Kewenanggan propinsi sebagai daerah otonom.
F.KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.
Dalam kurikulum terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem caturwulan. Sedangkan dalam kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu pun, para murid hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru saja. Dalam kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif mengembangkan keterampilan untuk menerapkan IPTek tanpa meninggalkan kerja sama dan solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan untuk semua. Dalam kegiatan di kelas, para siswa bukan lagi objek, namun subjek. Dan setiap kegiatan siswa ada nilainya.
Sejak tahun ajaran 2006/2007, diberlakukan kurikulum baru yang bernama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang merupakan penyempurnaan Kurikulum 2004.
G.PENDIDIKAN BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP (Life skill education) DAN PENDIDIKAN BERBASIS LUAS (Broad bassed education)
Life skill education
Dalam hampir semua kegiatan untuk menjalani kehidupan, persoalan sehari-hari yang dihadapi oleh seseorang pada urnumnya berkisar pada empat persoalan besar yang sangat mendasar sebagai persoalan utama. Keempat persoalan besar itu adalah: pertama persoalan yang berkaitan dengan dirinya sendiri, kedua persoalan yang berkaitan dengan keberadaannya bersama-sama dengan orang lain,  ketiga persoalan yang berkaitan dengan keberadaannya di suatu lingkungan alam tertentu, dan keempat persoalan yang berkaitan dengan pekerjaannya, baik yang berkaitan dengan pekerjaan utama yang ditekuni sebagai mata pencaharian maupun pekerjaan yang hanya sekadar sebagai hobi. Agar dapat menghadapi keempat persoalan utama tersebut dengan sebaik-baiknya, diperlukan adanya suatu kecakapan khusus yang minimal harus dapat dikuasai oleh seseorang. Untuk mempersiapkan hal itu secara dini, pada dasarnya perlu diupayakan dengan baik, sekurang-kurangnya empat jenis pendidikan kecakapan untuk hidup yang (Life Skills Education) yang harus dibekalkan kepada para siswa.
Keempat jenis pendidikan kecakapan yang perlu diberikan untuk mempersiapkan anak didik agar dapat memiliki kemampuan untuk menjalani kehidupan atau kemampuan untuk menempuh perjalanan hidup itu, baik melalui pendidikan informal di dalam keluarga dan masyarakat, maupun melalui pendidikan formal di sekolah hendaknya mencakup: 'personal  skills  education',  'social  skills  education', 'environmental skills education', dan 'vocational atau occupational skills education'.

a, 'Personal Skills Education' adalah pendidikan kecakapan yang perlu diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan berdialog secara baik dengan diri sendiri untuk mengaktualisasikan jati-dirinya sebagai manusia yang menjadi khalifah atau wakil Sang Pencipta di planet bumi ini.

b.  'Social  Skills  Education'  adalah  pendidikan  kecakapan  yang  perlu diberikan kepadaanak didik agar dapat mengembangkan kemampuan berdialog untuk bergaul secara baik dengan sesama manusia.

c.  'Environmental Skills  Education'  adalah pendidikan kecakapan yang perlu diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan berdialog secara baik dengan lingkungan alam sekitamya, untuk menikmati keindahannya dan menjaganya dari kerusakan-kerusakan karena ulahnya sendiri atau oleh manusia lainnya, serta kemampuan untuk menjaga diri dari pengaruh-pengaruhnya.

d.  'Vocational atau  Occupational Skills  Education'  adalah pendidikan kecakapan  yang  perlu  diberikan  kepada  anak  didik  agar  dapat mengembangkan kemampuan untuk menguasai dan menyenangi jenis pekerjaan tertentu. Jenis pekerjaan tertentu ini bukan hanya merupakan pekerjaan utama yang akan ditekum sebagai mata pencaharian,yaitu menjadi bekal untuk bekerja mencari nafkah yang halal yang merupakan salah satu kewajiban dalam menempuh perjalanan hidupnya di kelak kemudian hari. Jenis pekerjaan tertentu dapat juga merupakan pekerjaan yang hanya sekadar sebagai hobi.
Broad bassed education
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang demikian pesat mengakibatkan inovasi pengetahuan begitu melimpah. Begitu banyaknya pengetahuan baru, sehingga beberapa ahli menyatakan orang tidak akan mampu mempelajari seluruhnya, walaupun dilakukan sepanjang hidupnya. Hal itu membawa konsekuensi dalam bidang pendidikan. Pendidikan tidak lagi dapat mengharapkan peserta didik untuk mempelajari seluruh pengetahuan. Karena itu harus dipilih bagian-bagian esensial dan menjadi fondasinya.

Perkembangan iptek yang cepat membuat pengetahuan yang saat ini dianggap mutakhir (up to date), seringkali sudah menjadi usang setelah peserta didik lulus. Oleh karena itu dalam pendidikan, proses belajar (learning how to learn) menjadi penting, di samping hasil belajar. Mengapa? Dengan modal learning how to learn, mereka akan dapat mempelajari pengetahuan baru.

Di lain pihak, masyarakat Indonesia sangat majemuk. Ada yang sangat metropolis dan mendorong anaknya menempuh pendidikan setinggi-tingginya bahkan mengirimkan ke luar negeri, tetapi juga banyak yang menyekolahkan anak sekedar dapat membaca-menulis, karena setelah itu sang anak akan segera bekerja membantu orangtuanya. Ada masyarakat yang tinggal di kota dan sudah menikmati "kehidupan era informasi", memiliki berbagai fasilitas berteknologi tinggi, tetapi juga masih ada masyarakat yang tinggal di pedesaan yang relatif belum memiliki akses informasi. Ada masyarakat yang berorientasi industri dengan teknologi tinggi, sementara juga ada masyarakat agraris bahkan masih sangat sederhana. Nan, pendidikan harus dapat melayani semua lapisan masyarakat, dengan kondisi sangat majemuk tersebut. Pendidikan tidak dapat diorientasikan ke sebagian kecil masyarakat, misalnya yang sudah maju saja, dan melupakan lainnya yang mungkin jumlahnya juga cukup besar. Pendek kata masyarakat yang dilandaskan kepada kebutuhan masyarakat luas.

Pemahaman itulah yang mendasari konsep Pendidikan Berbasis Luas (Broad Based Education) (PBUBBE), yaitu pendidikan yang mendasarkan pada kebutuhan masyarakat secara luas dengan berbagai karateristik, dan menekankan pada penguasaan kecakapan hidup ebagai pondasi pengembangan diri lebih lanjut.

Dengan konsep pendidikan berbasis luas, seharusnya pendidikan selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik, karena kecuali yang akan menjadi ilmuwan, sebagian besar peserta didik lebih memeriukan aplikasi ilmu pengetahuan untuk memahami sekaligus memecahkan problema kehidupan keseharian. Dengan demikian konsep pendidikan berbasis luas berlaku di seluruh jenjang pendidikan, khususnya di jalur pendidikan persekolahan.

Melaiui pendidikan berbasis luas, fleksibilitas pendidikan periu dikembangkan. Kondisi masyarakat yang heterogen, mobilitas orang yang semakin dinamis, serta perkembangan iptek yang semakin cepat, akan menyebabkan peserta didik memeriukan tambahan bekal dari luar jalur dan jenis pendidikan yang diikuti bahkan "bergeser" ke jalur dan jenis pendidikan lain. Juga sangat mungkin, karena berbagai hal, peserta didik terpaksa berhenti dan ternyata suatu saat ingin masuk kembali. Oleh karena itu dalam konsep PBL, pendidikan harus menerapkan fleksibilitas, permeabilitas dan multi entry-exit.

Prinsip fleksibilitas-permeabilitas-multi entry-exit, memberi peluang peserta didik pindah dari satu jalur atau jenis pendidikan ke jalur atau jenis lainnya. Misalnya siswa SMA/MA dimungkinkan pindah ke SMK atau sebaliknya, dengan meperhitungkan kompetensi relevan yang telah dimiliki. Juga memberi peluang siswa suatu sekolah mengambil mata pelajaran/mata diklat/kursus ke lembaga lain, dan itu diekivalensi dengan mata pelajaran di sekolahnya. Juga terdapat peluang siswa yang oleh suatu sebab tertentu berhenti sekolah dan kemudian masuk kembali setelah keadaan memungkinkan.

Tentu saja prinsip tersebut di atas diikuti dengan aturan yang rasional dan jelas, sehingga dapat menjadi pedoman pelaksanaannya. Prinsip tersebut juga menuntut adminsitrasi dan manajemen sekolah yang bagus.















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Dari uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa pokok pikiran, yaitu ;
1.      Pengertian krikulum mengalamiperkembangan, sesuai dengan perkembangan teori, kebijakan dan praktek pendidikan dianut masyarakat.
2.      Kurikulum merupakan suatu kesatuan yang komponennya terdiri atas tujuan, materi, strategi, dan media.
3.      Kurikulum mempunyai fungsi yang sangat besar, terutama dalam hal pencapaian tujuan, pedoman kerja bagi guru, alat untuk mencapai tujuan, dan sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan sehari-hari disekolah, kurikulum sebagai barometer dalam mengukur keberhasilan sekolahnya. Bagi masyarakat adalah untuk mengetahui apakah pengetahuan sikap, dan keterampilan yang dibutuhkannya relevan/ tidak dengan sekolah.
4.      Guru sebagai salah seorang ujung tombak yang melaksanakan fungsi pembelajaran disekolah harus mengembangkan kurikulum. Dalam mengmbangkan kurikulum ada beberapa landasan yang perlu diperhatikan yaitu filosofis, psikologis, sosiologis, historis, dan perkembanga IPTEK. Di samping itu, guru juga perlu memperhatikan prinsip-prinsip dalam pengembangan, yaitu relevansi, kontinuitas, fleksibelitas, efektivitas, dan efesiensi.
5.      Perubahan dan pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh beberapa factor, antaranya adalah pendidikan tinggi, kebutuhan dan tuntutan masyarakat sekaitan dengan system nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
6.      Kurikulum berbasis kompetensi merupakan seperangkat rencana dan peraturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar dan pemberdayaan sumber daya komponen-komponennya adalah kurikulum dan hasil belajar, penilaian berbasi kelas, kegiatan belajar mengajar, dan pengelolaan berbasis sekolah.
7.      Pendidikan yang berorientasi kecakapan hidup bukan terbatas hanya pada keterampilan untuk bekerja, melainkan lebih luas lagi yang mencakup kecakapan personal, social, akademik, vokasional.
8.      Dampak dan perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat adalah bahwa anak tidak mungkin mempelajari semuanya disekolah. Di samping itu, pengetahuan yang dimiliki cepat dan menjadi usang. Oleh karena itu, pendidikan yang mengoptimalkan potensi anak perlu dikembangkan, sehingga yang bersangkutan memiliki kemampuan learning how to learn dan general life skill.

















DAFTAR PUSTAKA
Tim penyusun.2011.Bahan Ajar belajar dan Pembelajaran.Padang.
Izzati,Dra,Hj,M.Pd.2010.Bahan Ajar Kurikulum Anak Usia Dini.Padang


Tidak ada komentar:

Posting Komentar